SDN 3 Karangrejo sekolah inklusif terus di kembangkan

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, Banyuwangi sejak 2014 telah mendeklarasikan gerakan pendidikan inklusif.
Semua sekolah wajib menerima semua anak tanpa terkecuali, termasuk anak penyandang disabilitas dan anak berkemampuan khusus.
“Ini sebagai bentuk upaya kami memberikan kesempatan pendidikan yang sama. Anak berkemampuan khusus bisa bersekolah bareng dalam satu kelas di sekolah yang sama, mempelajari mata pelajaran yang sama dan mengikuti semua kegiatan di sekolah tanpa ada diskriminasi,” kata Anas, Kamis (15/12).
Menurut Anas itu bisa terwujud karena Pemkab Banyuwangi terus meningkatkan kapasitas guru dan sarana-prasarana di sekolah.
Total saat ini ada 275 guru yang mempunyai kompetensi sebagai pendamping anak berkemampuan khusus. Mereka telah melalui pendidikan yang disyaratkan.
"Para guru tersebut ada di 210 sekolah inklusif yang terdiri atas 55 PAUD, 89 SD/MI, 44 SMP/MTs, dan 22 SMA/SMK/MA."
Sekolah-sekolah tersebut menerima sekitar 1.246 anak penyandang disabilitas dan anak berkemampuan khusus," ujar Anas.
Dengan diselenggarakannya pendidikan inklusi di sekolah umum, kata Anas, adalah bagian dari upaya mewujudkan masyarakat yang inklusif.
"Idealnya, anak berkemampuan khusus memang harus mendapat pendekatan berbasis masyarakat, artinya melebur bersama, bukan dikotakkan misalnya harus bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Kami secara bertahap nantinya semakin banyak sekolah inklusif," ujar Anas.
Salah satu sekolah inklusif di Banyuwangi adalah SDN 3 Karangrejo, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Banyuwangi.
Di SD tersebut, saat ini terdapat 39 anak berkemampuan khusus, seperti anak autis, tuna rungu, tuna laras (hiperaktif) dan lamban belajar (slow learner).
Para siswa ini melakukan pembelajaran bersama siswa-siswa lainnya di satu kelas yang sama.
Kepala SDN 3 Karangrejo, Siti Hafiah, mengatakan pihaknya terus mengembangkan diri menjadi sekolah inklusif yang semakin berkualitas.
"Kami mendidik mereka dalam satu kelas. Agar siswa ini bisa lebih menyerap pelajaran, kami memberikan tambahan bimbingan bagi mereka dengan Guru pendamping yang telah memiliki kualifikasi tertentu. Dalam sepekan, minimal kami beri materi esktra satu hari,” terangnya.
Sekolah ini memiliki 3 GPK yang bertugas mendidik mereka, baik mengembangkan bakat yang dimiliki siswa ABK ataupun membimbing mereka hingga melanjutkan ke sekolah lanjutannya.
Pemkab Banyuwangi juga mengalokasikan dana Rp 3 miliar untuk honor tambahan para guru pendamping dan fasilitas penunjang bagi sekolah inklusif.
Usai mengunjungi SDN 3 Karangrejo, Anas menyerahkan alat bantu kepada penyandang disabilitas di Yayasan Kesejahteraan Penyandang Tuna Indra Kabupaten Banyuwngi.
Alat bantu tersebut antara lain kursi roda, tongkat putih, dan alat bantu dengar bagi penyandang tuna rungu.

Pemkab Banyuwangi berkomitmen mewujudkan pendidikan inklusi. Saat ini terdapat 210 sekolah inklusi di Banyuwangi.
Semua pelajar bisa bersekolah di tempat tersebut tanpa memandang keterbatasan fisik.