According to JK, both of the police and the Ministry of Finance is merely suggested. The increase in vehicle registration rate is decided by the president through the issuance of Government Regulation No. 60 Year 2016 regarding Type and Tariff on Non-Tax Revenues (non-tax). "It's a matter of communication is inevitable, impossible not to. Kan them, the Police and the Minister said that it is only suggested. Indeed, because it is in the form of regulation so that decided the President. So it was certainly not the police who decide, not the minister who decides," said JK at the Office of the Vice President, Jakarta, Friday (6/1).
He explained that prior to the stipulation, the decision has been communicated in advance between the police, the Ministry of Finance, and also the president. Related PNBP rates, JK said, the government is always doing the evaluation within a certain period. Because it is necessary Tariffs for non-tax revenues due to the escalating costs.
"But certainly through the minister, must start from the Chief of Police, the Minister must be coordinated though the final decision was the president who signed it at the proposal from the bottom. Once the track," he said.
According to him, the attitude of President Joko Widodo who questioned the increase in the vehicle registration rates do not mean a decision to cancel the issuance of Government Regulation No. 60 Year 2016 regarding Type and Tariff on Non-Tax Revenues (non-tax). Jokowi, said JK, just saying that the tariff increase is done carefully.
"The president was the only, the many changes, the President simply stated that caution, but once it is known there, once it is signed so apply, does not mean to be pulled again yes Nope," said JK.
Earlier, the President Joko Widodo questioned the significant increase in the vehicle registration and issuance rates BPKB which took effect January 6. According to Coordinating Minister for Economic Affairs Nasution, Jokowi assess the rate increase up to threefold considered a burden to society.
The government issued Government Regulation No. 60 of 2016 concerning Types and Rates of Non Tax Revenue (non-tax) to replace Regulation No. 50 of 2010 on the same thing. The contents set new tariffs for the documents, motor vehicles, both two-wheel and four wheels by the national police.
The magnitude of the increase in the cost of management letters this vehicle more than doubled from the previous value. For example, for the issuance of vehicle registration two-wheeled or three, the rate rose from Rp 50 thousand to Rp 100 thousand. For the four wheels, from Rp 75 thousand to Rp 200 thousand.
Also quite a large hike in the issuance of new BPKB and change of ownership or transfer. Two wheels and three were previously charged Rp 80 thousand, with this new regulation, will be USD 225 thousand. Four-wheel Rp 100 thousand, now charged Rp 375 thousand.
In addition, the manufacturing cost of vehicle number to order the owner of this set costs. For example, the cost of making the vehicle number of the figures with letters behind would be valued USD 15 million, while without the letter behind the making of any charge Rp 20 million.
National Police Chief Gen. Tito Karnavian stated that these cost increases are not the decision of the police, but by the policies of the findings of the Supreme Audit Agency (BPK) and the Parliament's suggestions. According to him, non-tax revenues generated will be used to pay the price hike of materials and services to build a better system. Meanwhile, Finance Minister Sri Mulyani Indrawati also promises that the rate increase vehicle license validation done to improve police services for the community.
see in indonesia
Pemerintah dinilai saling melempar tanggung jawab masalah kenaikan tarif Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun mengakui jika memang terjadi masalah komunikasi di dalam pemerintahan terkait hal ini.
Menurut JK, baik institusi kepolisian maupun Kementerian Keuangan hanya bersifat mengusulkan. Kenaikan tarif STNK ini diputuskan oleh presiden melalui penerbitan PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Itu soal komunikasi pasti terjadi, tidak mungkin tidak. Kan mereka, Polri dan Menkeu mengatakan bahwa hanya mengusulkan. Memang, karena itu dalam bentuk PP jadi yang memutuskan Presiden. Jadi memang pasti bukan polisi yang memutuskan, bukan Menkeu yang memutuskan," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (6/1).
Ia menjelaskan, sebelum ditetapkan, keputusan tersebut sudah dikomunikasikan terlebih dahulu baik antara kepolisian, Menteri Keuangan, dan juga presiden. Terkait tarif PNBP, kata JK, pemerintah memang selalu melakukan evaluasi dalam jangka waktu tertentu. Karena itu perlu penyesuaian tarif PNBP sesuai dengan kenaikan biaya yang dibutuhkan.
"Tetapi pasti lewat Menkeu, pasti mulai dari Kapolri, Menkeu pasti ada koordinasi walaupun keputusan akhirnya ada di Presiden yang menandatanganinya atas usul dari bawah. Begitu jalurnya," ucapnya.
Menurut dia, sikap Presiden Joko Widodo yang mempertanyakan kenaikan tarif STNK tersebut tak berarti membatalkan keputusan penerbitan PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jokowi, kata JK, hanya menyampaikan agar kenaikan tarif tersebut dilakukan secara hati-hati.
"Presiden itu kan hanya, kan banyak perubahan-perubahan, Presiden hanya menyatakan bahwa hati-hati, tapi begitu sudah diketahui di situ, begitu sudah ditandatangani ya berlaku, tidak berarti harus ditarik lagi ya ndak," kata JK.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mempertanyakan kenaikan signifikan pada tarif penerbitan STNK dan BPKB yang mulai berlaku 6 Januari. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Jokowi menilai kenaikan tarif hingga tiga kali lipat dianggap membebani masyarakat.
Pemerintah menerbitkan PP Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk mengganti PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang hal yang sama. Isinya mengatur tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat oleh Polri secara nasional.
Besaran kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan ini naik dua kali lipat dari nilai sebelumnya. Misalnya, untuk penerbitan STNK roda dua maupun roda tiga, tarif naik dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu. Untuk roda empat, dari Rp 75 ribu menjadi Rp 200 ribu.
Kenaikan cukup besar juga terjadi di penerbitan BPKB baru dan ganti kepemilikan atau mutasi. Roda dua dan tiga yang sebelumya dikenakan biaya Rp 80 ribu, dengan peraturan baru ini, akan menjadi Rp 225 ribu. Roda empat yang sebelumnya Rp 100 ribu, kini dikenakan biaya Rp 375 ribu.
Selain itu, biaya pembuatan nomor kendaraan sesuai permintaan pemilik kali ini diatur biayanya. Misalnya, biaya pembuatan nomor kendaraan satu angka dengan huruf di belakang bakal dihargai Rp 15 juta, sedangkan tanpa huruf di belakang dikenakan biaya pembuatan Rp 20 juta.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan bahwa kenaikan biaya tersebut bukan keputusan dari Polri, melainkan berdasarkan kebijakan dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan usulan DPR. Menurut dia, PNBP yang dihasilkan akan digunakan untuk membayar harga kenaikan bahan serta membangun pelayanan sistem yang lebih baik. Sedangkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menjanjikan bahwa kenaikan tarif pengesahan STNK dilakukan untuk memperbaiki layanan Polri bagi masyarakat.